cerita pagi : BALON BERSIUL
cerita pagi : BALON BERSIUL
Jangan
anggap setiap manusia terlalu mudah dalam menggapai masa-Nya. Dimana
hujan badai, dimana guntur meletup, dimana banjir airmata meluap. Semua
itu harus dirasa. Semua itu sudah tergaris diatas takdir yang
dikehendaki-Nya.
Coba kita merenung sejenak.
Apakah sobat pernah melihat awan yang berkaca kaca menegur pagimu?
Sebatas letupan rasa sering menghinggapi dan menghentakanku dari lamunan. Seperti pagiku ini, rasa nelangsa tergambar jelas melintas didepan mataku.
Seonggok daging mentah bergerak mengayuh sepeda bututnya. Simungil yang
wajib belajar seharusnya dilakukan, nangkring diam didalangan sepeda
dengan mata sayu. Mungkin dia belum mandi atau belum sarapan pagi. Aku
tak tahu. Bebunyian sangat nyaring memecah keheningan. Itulah balon yang bersiul sedang dipencet biangnya.
Hanya segitu?
Tapi yang hari ini, kulit nyaliku terpukul.
Yaa Allah!... ternyata nikmatmu yang selalu kusyukuri belum menjamahnya pagi ini. Ampunilah dia Yaa Allah!... agar simungil bisa sarapan pagi, bila perlu untuk beli susu.
Saya yakin Yaa Allah!... permintaan mereka sangatlah sederhana
dibandingkan aku. Maka mudahkanlah atas rejekinya untuk hari ini.
Aku
hanya bisa melongo, tanpa inisiatif untuk menghabiskan tawarannya. Agar
segera dia bisa pulang untuk beli keperluan sederhananya. Mereka berdua hilang ditikungan jalan, dengan meninggalkan sedikit nyaring balon siulnya. Aku menyesal. Tertegun tanpa upaya, itulah aku yang bodoh Tuhan.
Sejenak terlupakan, disaat langkahku tersibukan dengan rencana kepergianku kenegri orang 3 hari lagi. Sehabis mandi dan segala tetek bengek sarapan dan formalitas sebelum kekantor kulakukan rutin. Kunyalakan kuda binalku, kubuka pagar istanaku. Kembali lagi aku tertegun yang kedua kali.
Seorang
lelaki separuh baya, memarkir sepeda bututnya pas didepan pagar rumah.
Dengan sopan dia menghampiriku yang curiga dengan gulungan kertas
ditangannya. Ada perlu apa dia?
Apakah bapak perlu dikerik kumisnya?, tanyanya sopan. Aku yang tak berkumis tak berjenggot tergagap, spontan menjawab tidak!.
Dia membalikan badan seraya mengucapkan terima kasih. lalu mengayuh sepedanya kembali. Aku hanya terbengong kembali.
Yaa Allah!... mengapa aku terdiam? Mengapa aku mematung?
Saat tanganku mulai bergerak... saat mulutku mulai terbuka. Dia telah hilang ditikungan. Mengapa pagi ini aku kembali lagi tak berbuat apa apa untuk membahagiakannya? Walau sepintal benang atau sekedar belai kasih sayang?
Yaa
Allah!... berikan kesempatan aku besuk pagi bertemu keduanya atau yang
lainnya. Tapi jangan Engkau bikin aku hanya terkesima Tuhan. Agar
hidupku tak sia sia.
Terima kasih Tuhan, atas nikmat-Mu yang mana hingga hari ini aku masih Kau beri kepercayaan mensyukuri nikmat-Mu. Maka kabulkanlah niat baikku.
Amin.
...............
Poncowae
Jkt, 11-15 Oktober 2008
Cerpen-cerpen Berkaitan
Semua cerpen-cerpen Spiritualcerpen-cerpen lain
Perbualan
Perbualan
-
1) Sangat unik dan inspiratif! :) Teruslah berkarya kawanku.. Kata-katamu sangat baik di sini. :)
- cassle
- 16 years ago
-
2) Oh ya, jika didekorasi dengan tanda petik, pasti akan lebih terasa perkataan dalam cerita ini. :) Sekadar pendapat.
- cassle
- 16 years ago
-
3) terima kasih sobat Cassle
- ponco wae
- 16 years ago
-
4) benar itu, kita harus bersyukur untuk setiap perkara ya kan...
selamat berkarya- _theRain_
- 16 years ago
-
5) cerita ini memang aku dapat asli dari kejadian disuatu pagi.
dengan cara kuramu dengan penyampaian yang tidak jauh dengan kenyataan saat itu.
terima kasih atas komentarnya- ponco_wae
- 16 years ago