Ujian untuk cinta
Ujian untuk cinta
Sudah tiga bulan ini hati Nina risau dan bingung, terombang-ambing oleh keadaan yang membuatnya berada di dalam dilema. Ia merasa tidak mungkin memutuskan hubungan pertunangannya dengan Pras, tapi di sisi lain ia juga memiliki perasaan jatuh cinta…yah perasaan jatuh cinta kepada lelaki lain yaitu Adri, teman satu kantornya. Padahal ia juga mengetahui kalau Adri telah mempunyai seorang kekasih yang bernama Dewi. Namun baru tiga bulan ini pula Nina mengetahui bahwa hubungan Adri dengan Dewi telah renggang. Adri menceritakan semuanya ketika mereka berada di Puncak, menikmati family gathering yang merupakan acara berkumpul bagi seluruh karyawan beserta keluarga yang di selenggarakan oleh perusahaan mereka yang bergerak di dalam bidang telekomunikasi dan sudah menjadi acara rutin tahunan.
Dan di Puncak itu pula Adri menyatakan perasaannya bahwa ia jatuh cinta kepada dirinya. Padahal dua minggu sebelum ke Puncak, cincin pertunangannya dengan Pras telah resmi melingkari jari manis kirinya.
Hati Nina kini terasa begitu tak berdaya oleh daya pesona Adri yang tampan, ramah dan berwawasan luas. Nina merasa kehadiran Adri telah mengisi kesepiannya yang panjang tanpa Pras berada disisinya. Pras yang saat ini di tugaskan oleh atasannya ke Medan untuk meninjau kawasan lahan di kota itu guna memperluas usaha mereka di bidang real estate.
Hari-hari Nina sekarang sering di habiskan bersama Adri seperti menemani lelaki itu bermain tenis selepas jam kerja. Hingga hampir setiap hari Nina pulang kerja jam sembilan malam padahal dulunya ia selalu pulang tepat waktu yaitu jam setengah enam, karena Pras sudah menunggunya di tempat kostnya. Kini kesetiaan itu meluntur sedikit demi sedikit dengan sendirinya seolah tanpa disadarinya.
Di suatu hari Jum’at selesai jam kantor, Adri mengajaknya ke rumah orang tua lelaki itu. Nina diperkanalkan dengan bapak-ibunya dan seorang adik perempuannya. Orang tua Adri memang dari kalangan berada juga masa depan lelaki itu sendiri sangat cerah dengan kedudukannya sebagai manager marketing seperti sekarang ini.
Nina begitu hanyut oleh pesona dan perhatian lelaki itu. Ia merasa terhibur dan bahagia bila bersama lelaki itu. Ia bisa tertawa terbahak-bahak mendengar canda dan humor Adri. Sedangkan bersama Pras, dialah yang banyak berceloteh, mengajak keluar seperti menonton atau berbelanja atau kemana saja. Nina juga yang sering mengeluarkan inisiatif terlebih dahulu.
Tetapi didalam hati kecilnya ia merasa sangat bersyukur mempunyai seorang kekasih Pras yang sangat baik, yang selalu penuh perhatian dan penuh kesabaran menghadapi tingkahnya yang terkadang sangat keras kepala.
Hubungannya dengan Pras sudah berjalan lima tahun tanpa disadarinya. Semenjak ia masih kuliah di tingkat dua di akademi sekretaris. Dan kini ia sudah menjadi seorang sekretaris direksi yang handal.
Seperti siang ini terlihat Adri sudah keluar dari ruangan pak Fikri, direktur marketing. Dengan gayanya yang khas lelaki itu menghampiri meja Nina.
“Hai, selamat siang non.” sapanya riang.
Nina yang sedang fokus mengetik di komputer, menoleh dengan kaget dan melihat sebuah senyum yang menawan menghiasi wajah tampan Adri. Duh… mas Adri, tahukah kamu bahwa kehadiranmu selalu menggetarkan hatiku. keluh Nina dalam hati.
“Siang juga mas. Mas Adri dari mana kok ada di sini?”
“Dari ruangan pak Fikri, menyerahkan laporang bulanan dari departemenku.” Jawab Adri kalem. “Aku mau mengajakmu makan siang, Non.”
“Namaku Nina bukan non.” Nina pura-pura merajuk sambil cemberut.
Adri tersenyum menggoda lalu dengan nada pasti ia menambahkan “aku ke ruanganku dulu ya sepuluh menit lagi aku kemari dan kamu tidak boleh membantanya sayang.” Adri menatapnya sekilas dengan pandangan penuh arti, kemudian lelaki itu berbalik melangkah keluar ruangan dan menghilang di balik pintu.
Nina tertegun sejenak lalu menghela nafas. Kemudian ia berdiri melangkah ke arah jendela kaca besar yang mengelilingi ruangannya di lantai sembilan itu. kedua bola matanya yang indah memandang jauh ke bawah ke arah lalu lintas yang masih juga sibuk di sepanjang jalan Sudirman. Nina menarik nafas berat, hatinya merasa sangat kalut dan bimbang. Kenapa di saat seperti ini Pras tidak menelponnya dari Medan? “Oh Pras, sedang apakah kamu sekarang? Apakah kamu tahu kesetiaanku terhadapmu sedang di uji? Apakah ini berarti aku sudah tidak setia lagi terhadapmu? Oh Pras, kapan kamu kembali ke Jakarta? Ya Tuhan, lindungilah Pras dan teguhkanlah diriku yang teramat lemah ini.” rintih hati Nina.
Dua puluh menit berikutnya Nina sudah duduk berhadapan dengan Adri di restoran di lantai dasar di gedung yang sama dengan kantor mereka. Restoran itu menyediakan berbagai menu makanan dan minuman yang mengundang selera. Selain makanan khas Nusantara ada juga beberapa menu makanan Jepang dan China. Pada waktu makan siang seperti ini pengunjungnya lumayan ramai selain dikarenakan gedung ini berlantai dua puluh lima dan hampir semua lantai sudah di huni, memang letak dan tata ruangan restoran ini sangat nyaman dan artistik.
Di hadapan Nina ada segelas jus melon dan sepiring nasi putih bertabur bawang goring beserta semangkuk sop buntut. Sedangan Adri memesan segelas orange jus disertai nasi dan ikan bakar. Adri makan dengan santai dan nikmat. Sementara Nina makan dengan perasaan resah, meski berusaha untuk tenang dan menunjukkan wajah gembira.
“Enak ya makanan di sini?” tanya Adri sambil menyedot minumannya.
“Hem…lumayanlah.” Nina mengiyakan setelah menelan makanannya.
“Nanti malam aku ingin mengajakmu ke Plaza Indonesia.” Suara Adri tenang dan lembut. Kemudian ia menyuapkan nasi beserta ikan bakar ke dalam mulutnya dengan santai.
“Mas Adri selalu yakin kalau mengajakku padahal belum tentu aku bisa mengiyakannya.” sahut Nina dengan cemberut.
“Pokoknya tidak ada penolakan Non.” ucap Adri sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda.
“Apakah Dewi tidak pernah mencemburuimu?”
Sejenak Adri tertegun mendengar ucapan Nina yang tak terduga menyinggung Dewi. Apakah Dewi tidak pernah cemburu? Hal itu tak pernah terlintas didalam pikirannya. Tapi seperti ada sesuatu yang berkelebat di hatinya entah apa itu tak begitu jelas. Lalu Adri menghela nafas.
“Jangan kamu buat suasana indah ini menjadi terganggu oke?”
Dengan berjalan bersisian Adri dan Nina memasuki Plaza Indonesia. Mereka terlihat sangat ceria dan penuh semangat. Sambil terus mengobrol di seling tawa menikmati suasana plaza yang nyaman karena di Plaza ini pengunjungnya tidak terlalu ramai pada waktu hari-hari kerja seperti sekarang ini. Ingatan Nina terhadap Pras seperti telah tersingkir dari benaknya. Apakah itu satu menit, satu jam atau satu hari? Entahlah Nina sendiri tidak tahu pasti.
Mereka terus berputar-putar di dalam Plaza yang megah itu hingga akhirnya berhenti di counter kosmetik. Adri memaksanya supaya mengambil beberapa barang ketika Nina memegang sebuah lipstick dan mascara dan membuka masing-masing tutupnya meneliti warnanya. Tapi Nina menggeleng sambil tersenyum “ aku masih punya persediaan untuk itu. thank u mas. Ayo kita lihat yang lainnya barangkali Mas Adri bisa menemukan sesuatu yang cocok.”
Kemudian mereka beralih ke tempat busana laki-laki. Adri meminta Nina untuk memilihkan sehelai dasi. Setelah puas dan capek berputar-putar akhirnya mereka memutuskan pulang setelah sebelumnya mampir dulu di drive thru mcdonald.
Jam sembilan kurang seperempat Nina tiba di tempat kostnya dan langsung menuju kamar Liana dan Indri.
“Hei, In lagi ngapain? Liana kemana?” tanya Nina sambil melongokkan kepalanya di pintu kamar kost kedua sahabatnya yang terbuka itu.
“Eh mbak Nina baru pulang ya. Liana sedang mandi mbak.”
“Nih aku bawain chicken burger untuk kalian…buat makan malam hehehe….”
“Wow…thanks mba. Ehm…kalau boleh Indri tahu mba Nina habis pergi ya sama mas Adri?” belum sempat Nina menjawab Liana masuk ke kamar sambil mengucap “Mba Nina, tadi mas Pras ke sini lho cari mbak. Dia dari bandara langsung kemari. Tapi karena mba Nina belum pulang akhirnya mas Pras pulang dulu untuk mandi dan istirahat. katanya besok sore Insyaallah mau menjemput Mbak ke kantor. Tadi ada menitipkan sesuatu untuk Mbak.”
Liana membuka lemarinya dan meraih sebuah bungkusan yang dibungkus rapi dengan kertas kado bergambar bunga-bunga matahari.
Seketika wajah Nina pucat dan tubuhnya terasa lemas. Jadi Pras telah pulang…ya Tuhan aku tidak menyangkanya.
“Oke terimakasih..Liana, Indri maaf aku mau ke kamarku dulu ya…” suara Nina terdengar gemetar
“Iya mbak terimakasih untuk oleh-olehnya ya.” suara Liana dan Indri berbarengan. Sepeninggal Nina keduanya saling berpandangan lalu menghembuskan nafas dalam-dalam.
Sesampai di kamarnya di lantai atas Nina termenung di tepi ranjang tidurnya. Apa yang baru saja ia lakukan bersama Adri sepulang kerja tadi membayangi benaknya. Tapi ia segera menepiskan jauh-jauh bayangan Adri dari ingatannya. Betapa kasihan engkau Pras tentunya dirimu sangat lelah setelah perjalanan dari Medan. Oh Pras, maafkan aku yang tidak tahu diri ini. Maafkan ketidak setiaanku ini Pras. Pras, kamu yang begitu setia mendampingiku ketika aku masih belum menjadi apa-apa. Ketika aku masih memulai semuanya dari bawah. Kini setelah aku sudah merasa mapan dengan karir dan hidupku, aku begitu mudah meremehkan kesetiaanmu, ketulusanmu dan kesabaranmu. Aku begitu mudah tergoda oleh rayuan yang menari-nari di depan mataku. Oh Pras, hukumlah aku yang sangat berdosa padamu.
Oh Tuhan, murka apa yang akan Engkau timpakan kepada hamba yang teramat hina ini? airmata terus luruh membasahi pipi Nina. Kemudian ia berdiri meraih gulungan sajadah dan mukena. Ia akan bersujud kepadaNya meminta pengampunan dan bimbinganNya atas semua rasa yang melanda hati dan pikirannya.
Keesokan sorenya ketika jam kantor sudah usai, Nina bergegas menemui Adri yang sedang bersiap-siap hendak pulang.
“Mas Adri ada yang ingin aku bicarakan.” suara Nina terdengar tenang.
“Ada apa sayang kelihatanya serius banget.” kata adri dengan suara kalem dan bibirnya tersenyum menawan.
Sebelum melanjutkan bicara Nina membisikkan setangkup do’a di dalam batinnya meminta kekuatan kepadaNya.
“Aku tidak bisa memutuskan pertunanganku dengan Pras. Aku tetap memilihnya sebagai suamiku. Mas Adri kembalilah kepada Dewi. Aku yakin Dewilah gadis yang bisa membahagiakan dirimu Mas, Insyaallah. Sampai di sini saja hubungan kita. Semoga mas Adri berbahagia. Selamat sore.”
Kemudian Nina membalikkan tubuhnya dengan langkah yang teramat ringan. Lalu terdengar Adri memanggil.
“Nina tunggu! Apa yang baru saja kamu bicarakan?” ada nada tajam di liputi getar dalam suara Adri.
Nina berhenti tepat di ambang pintu dan menoleh ke arah lelaki itu. Tiba-tiba ia merasakan ada kekuatan yang melingkupi dirinya untuk menghentikan segala jerat pesona lelaki tampan itu dan bertekad menyadarkan hati lelaki itu.
“Mas Adri, sudah saatnya kita mengakhiri permainan kita. Kita sudah sama-sama membuat kesalahan. Semua yang kita alami dan kita rasakan ini adalah luapan emosi sesaat dan aku, kita sudah waktunya menatanya kembali. Aku mencintai Pras dan aku tahu di dalam lubuk hati Mas Adri juga mencintai Dewi.” Nina tersenyum bijaksana kemudian melangkah meninggalkan ruangan Adri dengan perasaan lega dan rasa syukur yang membuncah. Ia akan menumpahkan semua kerinduan dan perasaan cintanya kepada Pras yang tercinta.
******
Cerpen-cerpen Berkaitan
Semua cerpen-cerpen Cintacerpen-cerpen lain
Perbualan
Perbualan
-
1) cinta itu sentiasa membutakan mata dan hati. saat kita membutuhkan perhatian,makanya segalanya dari yang lain bisa membuatkan hati berbunga-bunga~
syabas nina kerna lulus!- syud
- 16 years ago
-
2) ah sebel. watak Mas Adri itu memang wujud sih. pria yang penuh pesona, ramah tamah. . toh kita sering jatuh cinta pada orang2 seperti ini ya kan. hiks
pembinaan dua watak yang kuat, Nina dan Mas Adri yang sok ganteng. dan Nina pada akhirnya membuat keputusan yang tepat. yeah. aku suka!
terus menulis ya- _theRain_
- 16 years ago