ADDUH ... DIK !
Di ujung lorong ruang kerja yang tertata rapi,
seorang pengamat sastra terkenal sedang
mencoba mempraktekkan teori dan hasil analisisnya,
tentang perkembangan sastra di beberapa milis yang diamati.
Setumpuk kertas telah menjadi saksi karyanya dalam bentuk
puisi, cerpen dan novel. Tak lama kemudian karya-karya itu
telah berpindah ke laptop yang sedari tadi tergeletak di meja.
Terbetik di benaknya untuk mengirimkan ke beberapa milis
yang baru saja dia ikuti. Tidak tanggung- tanggung,
dia terdaftar pada tujuh kelompok milis sastra.
Dipilihnya sebuah puisi terbaik untuk ditayangkan
pada seluruh milis tersebut. Karena namanya sudah terkenal,
langsung puluhan komentar berdatangan serempak
dari beberapa anggota yang sedang tayang.
Sebagian besar komennya seperti ini.
" Ach ini bukan puisi, terlalu jelas, tidak ada metafora "
" Bagusnya dibikin cerpen saja, terlalu panjang bang ! "
Dalam benak dan hatinya berfikir, bagus juga ya,
puisi ini akan saya jadikan cerpen,
siapa tahu jadi bermutu seperti komen yang ada di milis.
Sebagai pengamat sastra terkenal, tidaklah sulit baginya
untuk memindahkan ide di dalam puisi menjadi sebuah cerpen.
Setelah jadi, cerpen itu pun tertayang di semua milis yang dia ikuti,
harapannya banyak komentar bagus berdatangan,
sesuai dengan saran dan komen pada saat dia kirim puisi.
Benar juga komen pun segera berdatangan. Rata-rata seperti ini.
" Cerpen ini masih terlalu mudah ditebak "
" Tokoh-tokohnya terkesan menggurui "
" Karakter dalam cerpen ini akan lebih menarik
jika dikembangkan dalam bentuk novel "
Wich ... bener juga : novel ! pikirnya.
Jidat mulai berkerut, pikiran mulai kalut.
Puisi diminta dibikin cerpen, kirim cerpen dianjurkan dijadikan novel.
Pusing aku, gerutunya dalam hati.
Tapi mungkin ada baiknya dicoba bikin novel dari cerpen.
Seperti semula, tidak terlalu merepotkan baginya untuk
mengembangkan cerpen menjadi novel.
Cerita panjang itu pun akhirnya tayang juga di milis.
Nah itu dia, komen-komen berdatangan, dibacanya satu persatu
sambil andrenalinnya terpacu seru.
" Alur cerita novel ini datar-datar saja "
" Tak ada konflik yang signifikan "
" novel ini lebih mirip berita koran "
" Bagusnya di jadikan head line news, om ! "
Dia pun tertunduk lesu, komen-komen di milis
mulai menjadi hantu. milis ... milis, semaunya sendiri
tanpa teori berani berkomentar, dasar ... !
Puisi sudah dibikin, minta cerpen,
cerpen minta dikembangkan jadi novel, setelah jadi
dibilang lebih mirip berita koran.
Awas ... lusa aku akan kirim artikel di koran :
" MILIS SASTRA TAK BERNILAI SASTRA,
HANYA KUMPULAN ORANG-ORANG HOBI SAJA "
Dia pun segera menikmati artikelnya di salah satu koran ibu kota,
sambil tersenyum penuh kemenangan.
------
atas inspirasi dari banyak cerita teman.
sori lupa namanya.
Cerpen-cerpen Berkaitan
Semua cerpen-cerpen Komedicerpen-cerpen lain
Perbualan
Perbualan
-
1) Assalamualaikum Wr. Wb.
keren betul Paman. ehm...mengingatkan saya kepada 'dinamika' sastra maya. ketika karya di publish ke sebuah komunitas/milis, kemudian membanjirlah beragam komen(kritik,saran,cela maupun puji)itu hal sangat lumrah. namun kembali kepada masing2 personal. dan bagi saya pribadi sebuah karya tetaplah karya dan sangat layak untuk di hargai apapun bentuknya terimkasih atas di post-nya kisah ini Paman. memberikan kepada kita pembelajaran, perenungan untuk bisa lebih menghargai karya2 orang lain.
*Mohon maaf, uraian saya yang sangat panjang ini
selamat berkarya- laila
- 16 years ago
-
2) sastra pembebasan aja deh. hihi coba gabung, paman. kemaren seorang temenku telah di'kick' dari milis itu... sepertinya kedudukan sastra itu belum mencapai sepenuhnya arti pembebasan lho. aneh ya kan?
apa pun itu, tetaplah berkarya. orang pasti membaca koq, meski memandang dari sudut dan perinci kritis.
semangat paman!
- _theRain_
- 16 years ago